Sedikit membesarkan mata ketika membaca sebuah catatan kisah seorang saudara, ketika kata-kata 'mencintai tak harus memiliki dan mencintai itu harus memiliki' terangkum dalam satu cerita. 'Sering kali kita mendengar bahwasannya mencintai itu tak harus memiliki'. Terus sejenak timbul pertanyaan di dalam otakku, kalau begitu mengapa harus mencintai, jika tak untuk dimiliki. Sejak SMP sewaktu masa-masa puber itu melandaku, pernah hadir seorang pria yang tanpa kenal tanpa pernah bertegur sapa telah menyita pikiranku. Inikah yang dinamakan 'jatuh cinta', di mana mengalirkan sesuatu kesenangan yang tak aku pahami kenapa bisa begitu. Namun akhirnya suatu saat telah ku ketahui dia telah memiliki pacar. Saat itu aku memutuskan untuk membesarkan hatiku bahwa mencintai tak harus memiliki. Tapi benarkah?
Seiring waktu berjalan aku mulai ganjil dengan kata-kata itu sendiri, hingga suatu saat tidak sengaja membaca catatan seorang saudara yang berakhir dengan kata 'setuju'  dariku. Mungkin masih banyak yang ingin mempertahankan sebuah kalimat bahwa mencintai tak harus memiliki, seiring dengan pengalaman belajar cinta-cintaan mereka yang tidak sukses. Nyatanya bagaimana mau sukses jika hanya berkomitmenkan pacaran. Ataupun hanya untuk menyenangkan perasaan atas kebutuhan manusiawi manusia. Harusnya diusahakan dalam bentuk aturan yang halal. Karena terlalu mahal jika kita belajar mencintai orang yang tidak halal untuk kita cinta, wal hasil tak akan kita miliki, sebuah keberuntungan bila pacaran kemudian dijodohkan oleh Alloh.
Kata-kata mencintai tak harus memiliki bagaikan omong kosong. Karena cinta itu akan tetap ada ketika benar dalam merawatnya. Sementara ketika nafsu yang jadi nomor satu, apa bisa cinta itu terawat? Yah jawaban terletak dimasing-masing pembaca. Terbukti seiring waktu berjalan, orang yang pernah kita bilang cintai itu akan teralihkan ketika hadir orang lain dalam hidup kita. Apa itu yang namanya mencintai?
Sayangnya banyak diantara kita yang tidak paham dengan cinta itu sendiri, mengobral kata-kata cinta untuk sebuah kebiasaan, bukan arti yang sesungguhnya. So siapapun orang yang telah pergi dari hidup kita, itu tanpa tak sadar menyatakan bahwa dia tak layak untuk dicintai kita, ataupun sebaliknya. Usaha yang Maha keras amat diperlukan untuk kita memiliki cinta.
Lalu yang sekarang patut dipikirkan, untuk apa kita korbankan waktu, pikiran dan tenaga hanya untuk mengejar cinta yang nantinya tak harus dimiliki oleh kita? Sedangkan setiap manusia diberikan anugrah oleh Tuhan untuk bisa mencintai. Sudah selayaknya kita memanfaatkan sebaik-baiknya anugrah Tuhan itu di dalam naungan halal dan RidhoNya.
Dan untuk apa kita harus menangisi ataupun meratapi orang-orang yang tak memiliki hak untuk kita cintai. Meskipun mencintai tak selalu hidup ditengah-tengah sepasang kekasih namun hidup pula ditengah-tengan hubungan Hamba denga Tuhannya, orang tua dengan anaknya, atau adalam persaudaraan dan pertemanan. Semua itu akan terasa indah bila pada jalur yang lurus dan semua itu bisa kita nikmati hanya bila kita memilikinya. Ketika kita tak belajar mencintai Tuhan apakah kita akan merasa memiliki Tuhan, namun hal yang Maha Dasyat itu adalah Tuihan Maha Pengasih dan Pengampun. Dan Ia jelas-jelas memiliki kita. Karena kita semua adalah milik Tuhan maka dapat kita rasakan Kasih Tuhan meskipun kita telah menjauh dan berlumur dosa.
So, mencintai itu harus memiliki bukan hanya sekedar wacana belaka, tapi buktikan saja...!

^_^