Karena aku tak ingin dilupakan...
Tulisan ini didedikasikan untuk seorang teman SD hingga SMA yang pernah mengisi hari-hariku dengan kesedihan, tawa, senyum juga kebahagiaan. Meskipun kini ia telah menjadi yang asing untuk diri ini. Tapi aku bersyukur pernah kenal dan berteman dengannya.
Tawa dan tangisku pernah hadir dalam sepasang bola matanya. dari SD hingga SMA kami lalui bersama disekolah yang sama. Teringat sewaktu SD kita sering membuat PR bersama, main karet bersama, jalan kaki pulang sekolahpun terkadang bersama. Pertemanan kita memang tidak selalu pada klimak amat dekat dan bahagia, pernah renggang namun akhirnya di SMA kita dekat lagi. Dalam satu organisasi yang sama. Dan tak terlupakan saat mengurusi MADING dan Tobloid sekolah bersam dan satu hal yang tak terlupakan dalam hidupku adalah sama-sama bisa merasakan hidayah Alloh yang begitu indah. Kita kompak banget yah teman. Ngaji bersama, cerita-cerita bersama saling berkunjung dan mendekatkat keluarga satu dengan yang lainnya.
Tapi kata-kata ini harus terlontar teman 'itu dulu'. Saat kita telah lulus SMA kita memilih tempat kuliah yang berbeda. Setahun pertama masih ada komunikasi antara kita, meski sudah terlihat seret. Karena saat itu aku merasa dirimu begitu pasif, amat jarang terlebih dulu menghubungiku, dulu aku bertanya pada diriku sendiri 'mengapa harus aku yang duluan?'. Padahal hal yang lebih baik adalah kita yang terlebih dulu mengikatkan hubungan silaturahmi. Tapi selaku remaja yang masih labil dan sebagai manusia yang tak sempurna, ada rasa ingin didahului, ada rasanya ingin diperhatikan oleh teman yang begitu kompak denganku dulu. Mungkin aku yang tak memberi ruang sedikit saja untuk mengertimu atau menahan egoku. Tahun kedua aku semakin miss komunikasi dengamu, amat kjarang. Apalagi kita sudah sibuk dengan kuliah masing-masing, dan aku yang tak ingin menyalahi dirimu semakin berkutat pada kesalahan-kesalahanku, semakin merenungi apa pula kesalahanku hingga begini. Tapi mengapa tidak terjadi dengan teman-temanku yang lain. Semua semakin memburuk ketika bukan aku saja yang mengeluhkan tentangmu. Semakin sedikit ruang untuk kita bisa bicara semakin subur jamur kesalah pahaman dan ketidak percayaan. Saat itu aku mulai berhenti berharap untuk sebuah kesetianmu, mulai menyamarkan dirimu, meski tak akan pernah bisa tergantikan. Karena masa laluku telah berlalu dan tak mungkin bisa kuulangi. Sering ku ratapi, kutangisi bahkan ingin kuberteriak aku harus berbuat apa agar persaudaraan dalam naungan ukhuwah ini tetap terjalin. Namun saat itu aku berusaha mencari orang yang bisa sedikit menggantikan tugamu dulu padaku.
Andai engkau tau, aku sangat tidak inginkan ini. Bukan maksud untuk berhenti berusaha mendekatkan sinyal hati kita kembali. Namun aku sudah terlanjur pesimis untuk sebuah hal yang tak diindahkan, untuk sebuah hal yang minimal sekali pelajaran tentang penghargaan dan saling menghargai. Mulai aku berfikir ini pasti yang tebaik menurut Alloh saat ini. Karena tidak selamannya apa yang kita sukai dan inginkan itu adalah yang terbaik dan kita butuhkan menurut Alloh. Meski ada rasa kecewa pada awalnya, apa lagi lingkunganmu lebih terbina dan agamis ketimbang aku yang hidup dengan lingkungan yang amat heterogen. Ada terlintas dalam hati menyalahi sikapmu, tapi ketika aku tenang aku pahami kau bukan makhluk sempurna. Aku salahi diriku sendiri. Hingga seorang teman memahami keterpurukanku, dan menyarankanku untuk tidak selalu menyalahkan diri sendiri.untuk belajar menghargai diri sendiri. Dan memnguatkan pikiran bahwa tidak ada yang sia-sia dan semua adalah yang terbaik untukku menurutNya. Aku mulai belajar mensyukuri apa yang telah ada dan mengahrgai sekecil apapun kebahagian dari seorang teman, karen ajujur aku amat merindukannya. Lalu aku mulai menata hidup dan pikiranku, bahwa didalam hidup kita harus memilih dan berani menerima papaun resiko dari pilihan kita tersebut. Aku tak ingin terjadi lagi meski teman-temanku sekarang jauh-jauh dikota yang berbeda, aku tak ingin mengulangi lagi, aku tak ingin dilupakan. Kerena aku ingin selalu hidup subur bermekaran dihati teman-temanku. Dalam hidup kita harus tegas terhadap diri sendiri jangan karena amat menyayangi seseorang jadi mengorbankan orang lain yang juga memiliki hak untuk kita dakwahi dan sayangi. Karena mau tau tidak, disadari atau tidak dalam hidup kita sebuah sistem yang alamiah yaitu ' yang lulus atau tereliminasi'. Tinggal kita memilih ingin menjadi yang mana dihadapan teman-teman kita. Karena Alloh akan selalu menghapus orang-orang yang  tak layak untuk kita dan sebaliknya.
Tapi terimakasih aku jadi banyak belajar, hingga bisa mengalami revolusi. Meskipun begitu, aku tetap ingin menjadi aku yang dulu, aku yang dirindukan teman-temanku yang masil loyal padaku yang masih bersedia menerimaku dan menyayangiku tanpa syarat. Karena kau berhak bahagia dan akupun begitu. Kita jalani saja hidup kita untuk lebih baik, mungki saja akupun telah memilih tereliminasi untuk hidupmu. Namun tetap aku akan berusaha menghargaimu sebagai orang yang pernah menyayangiku dan membanggakanmu. Maafkankan aku, aku hanya manusia biasa yang tak sempurna, terlebih untuk menjadi temanmu. Kau begitu istimewa tak cukup harga kasihku untuk membelimu kembali. Aku hanya tak ingin larut dalam kesedihan, karena disebalik itu banyak teman-temanku yang tak rela melihatku bersedih, tak rela air mata ini terbuang hanya karena terhanyut oleh kenangan yang telah menjadi sejarah. Yang lalu biarlah berlalu hanyut bersama peradaban sejarah. hanya bisa sesekali dilihat utnuk mengambil hikmah. tak untuk dinikmati dikehidupan sekarang, karena sekarang adalah perjuangan hidup untuk menjadi yang berpijar dan berwarna-warni dihati teman-temanku, karena aku tak ingin lagi dilupakan. Thanks.....